Rabu, 25 Desember 2013

interaksionisme simbolik george herbert Blummer

II.1 Konteks Sosial yang melahirkan Teori ini
Teori interaksi simbolik disebut juga sebagai teori sosiologi interpretatif.   Konsep teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert blumer sekitar tahun 1939. Dalam lingkup sosiologi, ide ini sebenarnya sudah lebih dahulu dikemukakan George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh blumer guna mencapai tujuan  tertentu.  Interaksi simbolik merupakan salah satu persepektif teori yang baru muncul setelah adanya teori aksi (action teory), yang dipelopori dan dikembangkan oleh Max Weber. Max Weber mengemukakan 5 ciri pokok yang  berkaitab dengan teori aksi (action teory) :
a.    Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi tindakan nyata.
b.    Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat   subyektif.
c.    Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.
d.   Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.
e.    Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu.

II.2 Pemikiran yang melatarbelakanginya
Menurut blumer, pokok pikiran interaksi simbolik ada 3:
1.      Bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning);
2.      Makna itu berasal dari interaksi sosial seseorang dengan sesamanya;
3.      Makna itu diperlukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran (interpretative prosess), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Intinya, blumer hendak mengatakan bahwa makna yang muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja diterima seseorang, kecuali setelah individu itu menafsirkannya terlebih dahulu.

II.3 Latar Belakang Pribadi Teoritisi
Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert Blummer.Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mahzab yaitu aliran / mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati.
Istilah teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dalam lingkup  sosiologi, sebenarnya ide ini telah dikemukakan oleh George Herbert Mead (guru  Blumer) yang kemudian dimodifikai oleh Blumer untuk tujuan tertentu.  Karakteristik dasar ide ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang nereka ciptakan. Masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial. Masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial.

II.4 Asumsi-Asumsi yang mendasarinya
Seseorang yang mengikuti pemikiran herbert blumer, ketika hendak menggunakan pendekatan interaksi simbolis maka ia akan menggunakan sejumlah asumsi-asumsi yang diperkenalkan blumer, yaitu:
1.      Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna-makna yang dimiliki benda itu bagi mereka. Asumsi ini menjelaskan prilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Teoritikus SI seperti Habert Blumer tertarik dengan makna yang ada dibalik perilaku.Mereka mencari makna dengan mempelajari penjelasan psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Jadi, ketika Pengantar Teori Komunikasi, Richard West seorang SI melakukan kajian mengenai perilaku dari Roger Thomas, mereka melihatnya membuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi simbolik dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.
2.      Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat manusia. Pendekatan kedua terhadap asal-usul makna, melihat makna itu “dibawa kepada benda oleh seseorang bagi siapa benda itu bermakna” (Blumer,1969: 4). Posisi ini mendukung pemikiran bahwa makna terdapat didalam orang bukan didalam benda.Dalam sudut pandang ini, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis didalam seorang individu yang menghasilkan makna. SI mengambil pendekatan ketiga terhadap makna, melihat makna sebagai suatu yang terjadi di antara orang-orang. Makna adalah “produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian aktivitas mausia ketika mereka berinteraksi (Blumer,1969: 5).
3.      Makna-makna dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan tanda-tanda yang dihadapinya. Blumer menyatakan bahwa proses intepretatif ini memiliki dua langkah. Pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang memiliki makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda dari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat didalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Langkah kedua melibatkan sipelaku untuk memilih, mengecek dan melakukan transformasi makna didalam konteks dimana mereka berada.

II.5 Pertanyaan Teoritisi yang harus dijawab
Setelah memahami teori ini, kemudian timbul pertanyaan mengenai proses terjadinya kehidupan masyarakat. Dapatkah teori interaksi simbolik mempertahankan argumennya mengenai kemampuan khas manusia, yang membedakannya dengan hewan, dengan menjawab pertanyaan tersebut?
Pertama, fakta sosial harus dianggap bukan sebagai pengendali dan pemaksa tindakan manusia.Fakta sosial berada pada kerangka simbol-simbol interaksi manusia, sehingga organisasi masyarakat merupakan kerangka yang mewadahi terjadinya tindakan-tindakan sosial, bukan merupakan faktor penentu dari tindakan sosial.
Individu-individu yang berada dalam unit tindakan saling menyesuaikan atau saling mencocokan tindakan mereka dalam proses tindakan kolektif dari individu yang tergabung dalam kelompok itu. Bagi teori ini, individu, interaksi, dan interpretasi merupakan tiga terminologi kunci dalam memahami kehidupan sosial.


II.6 Proporsi yang ditawarkan untuk dijadikan pedoman Hipotesis
Secara umum, ada 6 proporsi yang dipakai dalam konsep interaksi simbolik, yaitu:
1.      Perilaku manusia mempunyai makna dibalik yang menggejala;
2.      Pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumber pada interaksi sosial manusia:
3.      Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistik, tak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga;
4.      Perilaku manusia itu berlaku berdasar penafsiran fenomenologik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, dan bukan didasarkan atas proses mekanik dan otomatis;
5.      Konsep mental manusia itu berkembang dialektik; dan
6.      Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.

II.7 Analisis Realitas Sosial yang menjadi fokus Kajiannya
Interaksi simbolik dalam pembahasannya telah berhasil membuktikan adanya hubungan antara bahasa dan komunikasi.Sehingga, pendekatan ini menjadi dasar pemikiran ahli-ahli ilmu sosiolinguistik dan ilmu komunikasi.Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes mencatat tujuh asumsi yang mendasari teori interaksionisme simbolik, yang memperlihatkan tiga tema besar, yakni:
1.      Pentingnya makna bagi perilaku manusia
2.      Pentingnya konsep mengenai diri, dan
3.      Hubungan antara individu dan masyarakat.
Interaksionisme simbolik adalah salah satumodel penelitian budaya yangberusaha mengungkap realitas perilaku manusia.Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun,  dibanding  penelitian  naturalistik  dan etnografi  yang juga memanfaatkan  fenomenologi,  interaksionisme  simbolik memilikiparadigma penelitian tersendiri.
Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkanpada interaksi kultural antarpersonal, sekarang telah berhubungandengan aspek masyarakat dan/atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau awalnya  lebih  banyak dimanfaatkan oleh penelitian sosial, namun selanjutnyajuga diminati oleh penelitibudaya.
Perspektif interaksisimbolik berusaha  memahami budaya lewat  perilaku  manusia  yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi budaya antar warga setempat. Pada saatberkomunikasi jelas banyak menampilkansimbol yang bermakna, karenanyatugas peneliti menemukan makna tersebut.
Cara manusia mengartikan dunia dan diri sendiri berhubungan erat dengan masyarakatnya.Interaksi membuat seseorang mengenal dunia dan dirinya sendiri. Sebelum bertindak manusia mengenakan arti-arti tertentu kepada dunianya sesuai dengan skema-skema interpretasi yang telah  disampaikankepadanya melalui proses-proses sosial. Sehubungan dengan proses-proses tersebut yang mengawali perilaku manusia, konsep pengambilan peran (role taking) amat penting.
Sebelum seorang diri bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang lain dan mencoba untuk memahami apa yaang diharapkan oleh pihak pihak lainnya. Semakin orang mengambil alih atau membatinkan perananperanan sosial, semakin terbentuk pula identitas atau kediriannya.Orang harus berkomunikasi supaya dapat berinteraksi lebih lanjut. Orang harus berpegang pada suatu perspektif bersama yang menghasilkan bahwa para pesrta memperoleh pandangan kurang lebih sama mengenai situasi dan peranan mereka masing-masing.
II.8 Metodologi yang digunakan (paradigma-paradigma)
Blumer menegaskan bahwa metodologi interaksi simbolik merupakan pengkajian fenomena sosial secara langsung. Tujuannya memperoleh gambaran lebih jelas mengenai apa yang sedang terjadi dalam lapangan subyek penelitian, dengan sikap yang selalu waspada atas urgensi menguji dan memperbaiki observasi-observasi. Hasil observasi itu disebut Blumer sebagai tindakan  “pemekaran konsep” (menambah kepekaan konsep yang digunakan). Sedangkan Prinsip metodologi interaksi simbolik ini sebagai berikut:
1.      Simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta. Kita juga harus mencari yang lebih jauh dari itu, yakni mencari konteks sehingga dapat ditangkap simbol dan makna sebenarnya.
2.      Karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri subyek perlu “ditangkap”. Pemahaman mengenai konsep jati diri subyek yang demikian itu adalah penting.
3.      Peneliti harus sekaligus mengkaitkan antara simbol dan jati diri dengan lingkungan yang menjadi hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait dengan konsep sosiologis tentang struktur sosial, dan lainnya.
4.      Hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknyanya, bukan hanya merekam fakta sensual.
5.      Metode-metode yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan brentuk perilaku dan prosesnya.
6.      Metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna dibalik interaksi.
7.      Sensitizing, yaitu sekadar mengarahkan pemikiran, itu yang cocok dengan interkasionisme simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih operasional, menjadi scientific concepts.
II.9 Bias (nilai, kepentingan, kekuasaan) dalam Teori ini
Interaksi simbolik menunjuk pada karakter interasksi husus yang berlangsung antar manusia.Herbert Blumer menyatakan, actor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain tersebut.Respon individu, baik langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas penilaian tersebut. Dengan demikian interaksi antar manusia dijembatani oleh penggunanan symbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain.
Blumer melanjutan pernyataan tadi dengan mengatakan, behawa manusia itu memiliki kedirian dimana ia membuat dirinya menjadi objek dari tindakannya sendiri, atau ia bertindak menuju pada tindakan orang lain. Kedirian itu dijembatani oleh bahasa yang mendorong manusia untuk mengabstaraksikan sesuatu yang berasal dari lingkunganya.

Dari dua penryataan tersebut dapat ditarik kesimpulan, masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang memiliki kedirian mereka sendiri; tindakan individu itu merupakan suatu konstruksi dan buka sesuatu yang lepas begitu saja, tindakan kolektif itu terdiri ats beberapa sususan tindakan sejumlah individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar