BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
pemimpin
Pemimpin
adalah sosok yang dengan segenap potensi dan kewenangan yang ada, mampu
memotivasi,mengarahkan dan menggerakkan orang lain untuk secara sadar dan
sukarela berpartisipasi di dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan
kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin organisasi. Kepemimpinan adalah kemamuan seseorang guna mempengaruhi,
mengaktivasi aneka potensi dan sumber
daya yang ada, sehingga organisasi yang dipimpinnya mampu berjalan secara
efektif dalam rangka mengupayakan perwujudan tujuan- tujuannya. Organisasi yang
dimaksud adalah organisasi yang teknis penyelenggaraannya sederhana hingga yang
amat kompleks.
Secara
teoritis terdapat tiga pandangan mengenai pemimpin dan kepemimpinan dari mana
ia berasal,pertama teori genetic yaitu bahwa pemimpin dan kepemimpinan
ditentukan oleh faktor genetik ( turunan ). Kedua teori yang mencatat
pentingnya karakter/ kepribadian. Ketiga teori pengaruh lingkungan.
Faktor
genetik memang perlu akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana karakter kepemimpinan dapat hadir dalam sosok individu
seorang pemimpin. Selain itu kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan seseorang
juga dientukan oleh seberapa besar pengalaman dengan lingkungan sosial. Oleh
sebab itulah perlu dipahami bahwa setiap individu memiliki potensi
kepemimpinan,yang apabila diasah dan dikembangkan maka ia akan tampil sebagai
sosok pemimpin yang mumpuni di bidangnya.
Setap
pemimpin harus memiliki karakter dasar dan basic values kepemimpinan. Dalam
agama islam telah disebutkan bahwa ada empat karakteristik yang harus dimilki
seorang pemimpin yaitu siddiq,amanah,tabligh,dan fatonah.
Seorang pemimpin juga harus memiliki integritas (integrity), yakni memiliki kepribadian yang utuh/berwibawa
(kharisma); bijaksana (wisdom);
bersikap empatik; memiliki prinsip-prinsip yang utama dalam hidupnya; menjadi
panutan (kelompok referensi utama); serta, mampu mengutamakan kepentingan lebih
besar, ketimbang kepentingan kecil dan sempit (negarawan). Di atas semua itu,
seorang pemimpin total dalam mengerahkan segenap potensi yang ada pada dirinya
untuk kemajuan organisasi(prinsiptotality).
Dalam konteks model kepemimpinan, dikenal dua model, yakni, pertama, model kepemimpinan transformasional, yakni kepemimpinan yang mampu membawa organisasi kepada perubahan-perubahan dalam visi, strategi, dan budaya organisasi (kepemimpinan yang dinamis dan produktif). Kedua, kepemimpinan transaksional, yang cenderung mempertahankan kestabilan dan status quo dalam organisasi, ketimbang mempromosikan perubahan (kepemimpinan yang statis)
Dalam konteks model kepemimpinan, dikenal dua model, yakni, pertama, model kepemimpinan transformasional, yakni kepemimpinan yang mampu membawa organisasi kepada perubahan-perubahan dalam visi, strategi, dan budaya organisasi (kepemimpinan yang dinamis dan produktif). Kedua, kepemimpinan transaksional, yang cenderung mempertahankan kestabilan dan status quo dalam organisasi, ketimbang mempromosikan perubahan (kepemimpinan yang statis)
Adapun teknik
kepemimpinan antara lain:
·
Etika Profesi
·
Motivasi
·
Dinamika kelompok
·
komunikasi
·
kemampuan berdiskusi
·
Pengambilan keputusan.
Ciri Pemimpin yang Baik.
Ada beberapa ciri pemimpin yang baik, yang akan berhasil
dalam kepemimpinannya.
*Senantiasa bersikap adil dan menjunjung tinggi kebenaran.
Begitu pentingnya masalah ini sampai-sampai Rasulullah menyatakan sejamnya
keadilan pemimpin jauh lebih baik dibandingkan dengan seribu rakaat shalat
sunnah (al-hadits). Pemimpin yang adil, disamping ilmunya para ulama,
kepemurahannya kaum kaya, dan doanya kaum dhuafa akan menjadi pilar utama.
*Senantiasa menjadi pengayom dan pembela masyarakat,
sehingga masyarakat merasa aman dan terlindungi. Kehidupan menjadi tenteram dan
bahagia. Kebijakan yang dikeluarkan pun tidak akan menjadi kebijakan yang
merugikan rakyat. Ketika terjadi konflik antara kepentingan rakyat kecil, maka
ia akan lebih memilih untuk membela kepentingan rakyat kecil.
*Berpihak dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah contoh pemimpin yang selalu
berpatroli setiap malam, memastikan bahwa rakyatnya tidak ada yang kelaparan.
Demikian pula dengan khalifah Umar bin Abdul Azis, yang mampu mengentaskan
kemiskinan melalui instrumen zakat, hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun.
Inilah model kepemimpinan yang selalu didambakan kehadirannya oleh seluruh
masyarakat kapan dan dimanapun, termasuk Negara yang kita cintai ini.
Mudah-mudahan melalui pemimpin yang demikianlah, Indonesia akan menjadi bangsa
yang lebih baik dan sejahtera.
B.
Hakikat
kepemimpinan politik
Politik
terkait dengan upaya meraih dan mempertahankan kekuasaan (power). Kekuasaan
harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kekuasaan tidak
boleh dipakai untk kepentingan diri sendiri. Menurut aksioma Lord Action
menegaskan bahwa kekuasaan cenderung disalah gunakan. Kita juga mencatat
kecenderungan manusia untuk menghalalkan segala cara untuk meraih dan
mempertahankan kekuasaan.
Karena
politik memiliki tujuan yang mulia yakni mensejahterakan dan memakmurkan rakyat
maka insan yang menjadi pemimpin haruslah didasari oleh keterpanggilan,
sehingga politik kekuasaan dipandang sebagai saran untuk mewujudkan kemakmuran/
kesejahteraan rakyat.
Karena
politik merupakan panggilan dan tujuan yang mulia maka konsekuensinya setap
pemimpin harus memiliki visi politik yang kuat serta komitmen yang tinggi atas prinsip-prinsip politik yang dianutnya; mampu
memanfaatkan sumber daya politik yang ada secara optimal; bertindak berdasarkan
kalkulasi politik yang rasional dan logis; serta mampu menghadirkan
kebijakan-kebijakan politik yang produktif (bukan kontraproduktif).
Seorang politisi, juga dituntut untuk mampu mempertahankan konstituen politik dengan baik, bahkan mampu memunculkan dukungan-dukungan politik yang signifikan; mampu mengelola potensi konflik yang ada dengan baik dan efektif; mampu memotivasi anak-buah dan konstituennya dengan baik, sehingga senantiasa optimis dan mampu bangkit dari keterpurukan. Di samping itu, ia juga dituntut untuk mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan segmen manapun; mampu memberi contoh dan mendorong suatu proses pendidikan dan pencerahan politik; mampu menghadirkan proses sirkulasi elite di dalam organisasi secara sehat; dan mampu mendudukkan orang-orangnya di posisi-posisi strategis di lembaga-lembaga politik kenegaraan yang ada
Seorang politisi, juga dituntut untuk mampu mempertahankan konstituen politik dengan baik, bahkan mampu memunculkan dukungan-dukungan politik yang signifikan; mampu mengelola potensi konflik yang ada dengan baik dan efektif; mampu memotivasi anak-buah dan konstituennya dengan baik, sehingga senantiasa optimis dan mampu bangkit dari keterpurukan. Di samping itu, ia juga dituntut untuk mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan segmen manapun; mampu memberi contoh dan mendorong suatu proses pendidikan dan pencerahan politik; mampu menghadirkan proses sirkulasi elite di dalam organisasi secara sehat; dan mampu mendudukkan orang-orangnya di posisi-posisi strategis di lembaga-lembaga politik kenegaraan yang ada
C.
Refleksi kepemimpinan politik yang negarawan
Istilah negarawan (statesman)
merupakan istilah yang cukup populer. Secara ensiklopedis seorang negarawan
biasanya merujuk pada seorang politisi atau tokoh yang berprestasi (berjasa)
satu negara yang telah cukup lama berkiprah dan berkarir di kancah politik
nasional dan internasional (a
statesman is usually a politician or other notable figure of state who has had
a long and respected career in politics at national and international level).
Tokoh yang berjasa (worthy)
pada bangsa/negara tentu merupakan tokoh yang mengabdikan pikiran dan tenaganya
bagi kemajuan dan kemakmuran bangsanya.
Kepemimpinan politik yang negarawan tentu saja amat terkait dengan komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Penjelasan yang amat umum dijumpai di sini, terkait dengan kenegarawanan adalah, bahwa sikap tersebutlah yang menuntut para politisi dan untuk meminimalisasikan kepentingan pribadi dan kelompok, dan sebaliknya memaksimalisasikan kepentingan bangsa/negara yang lebih besar.
Kepemimpinan politik yang negarawan tentu saja amat terkait dengan komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Penjelasan yang amat umum dijumpai di sini, terkait dengan kenegarawanan adalah, bahwa sikap tersebutlah yang menuntut para politisi dan untuk meminimalisasikan kepentingan pribadi dan kelompok, dan sebaliknya memaksimalisasikan kepentingan bangsa/negara yang lebih besar.
Negarawan adalah orang yang berjasa dan berkorban demi bangsa dan
negaranya, tidak memandang apa latar-belakang politiknya. Idealnya, ketika
kader partai, kemudian terpilih menjadi pejabat negara. Sebagaiman dikutip dari
Filosof Aristoteles di awal tulisan ini, bahwa seorang negarawan memiliki
karakter moral yang pasti, di mana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan
sepenuh hati. Seorang negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan
senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang
bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Bercermin dari Kenegarawanan Para Pemimpin
Terdahulu
Sejak kemerdekaan dan sepanjang pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan, maka sesungguhnya telah banyak tercatat teladan-teladan pemimpin negarawan yang semestinya harus kita tiru dan amalkan. Terhadap para Bapak Bangsa (The Founding Fathers) dan segenap tokoh yang terlibat tidak langsung dalam kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, kita dapat mencatat adanya semangat mereka yang amat luar biasa di dalam mengorbankan kepentingan diri pribadi dan kelompok bagi berdirinya sebuah negara bangsa: Republik Indonesia. Para pendiri Bangsa adalah negarawan-negarawan sejati, yang satu sama lain saling berkoran dan bekerjasama demi hadirnya sebuah bangsa yang lepas dari penjajahan.
Sejak kemerdekaan dan sepanjang pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan, maka sesungguhnya telah banyak tercatat teladan-teladan pemimpin negarawan yang semestinya harus kita tiru dan amalkan. Terhadap para Bapak Bangsa (The Founding Fathers) dan segenap tokoh yang terlibat tidak langsung dalam kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, kita dapat mencatat adanya semangat mereka yang amat luar biasa di dalam mengorbankan kepentingan diri pribadi dan kelompok bagi berdirinya sebuah negara bangsa: Republik Indonesia. Para pendiri Bangsa adalah negarawan-negarawan sejati, yang satu sama lain saling berkoran dan bekerjasama demi hadirnya sebuah bangsa yang lepas dari penjajahan.
Sepanjang era pascakemerdekaan hingga kini, kita telah mencatat beberapa
segi baik yang ditinggalkan para negarawan kita, bahwa seorang pemimpin
(politik) yang negarawan, memiliki karakter kepemimpinan yang kuat serta
komitmen kebangsaan yang tegas; sederhana dan senantiasa berupaya menjadi
teladan yang baik bagi yang dimpimpin; mampu memberikan motivasi pada rakyat
untuk senantiasa optimis (tidak putus asa) dan mampu memecahkan masalah; mampu
mengayomi rakyat secara adil dan tidak sewenang-wenang; dan mampu mengembangkan
kerjasama secara sinergis antarelemen politik (sosial) yang ada di dalam
masyarakat/bangsa yang majemuk.
Sudah semestinya sifat-sifat kenegarawanan para pemimpin kita terdahulu
perlu diinternalisasikan ke dalam tiap diri para pemimpin dan calon-calon
pemimpin kita saat ini. Bangsa ini butuh keteladanan dan sikap-sikap
kenegarawanan yang lain. Mudah-mudahan kita selalu mampu mengambil hikmah dari
para pemimpin-pemimpin kita di masa lalu, dan menjadi inspirasi bagi masa depan
bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar